Sabokingking
Sabokingking adalah sebuah makam kerajaan. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa sanskerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk. Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu Sinuhun . Pangeran ini memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang bernama Habib Muh. Nuh.
Berdirinya kerajaan ini, berdasarkan ahli arkeologi diperkirakan sekitar tahun 1616-1628. Pangeran Sido Ing Kenayan ini merupakan penyebar atau pengembang agama islam yang ada di Palembang,Sumatera Selatan. Berkat perjuangannya, sekitar 80-85% rakyat di Palembang ini beragama islam.
Sedangkan istri pangeran atau Ratu Sinuhun juga merupakan pembuat peraturan-peraturan Simbur Cahaya. Artinya adalah salah satu peraturan hukum-hukum adat yang ada di Sumatera Selatan ini. Karena pada zaman dahulu belum ada hukum pidana,hukum perdata, dan hukum-hukum seperti yang ada saat sekarang ini.
Yang ada pada Simbur Cahaya adalah hukum adat. Hukum adat ini berisi tentang cara-cara kaum wanita dan laki-laki melakukan pernikahan, melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama, dan tradisi-tradisi lainnya. Apabila ingin lebih jelas lagi, lihat prasasti yang telah disahkan dan diakui oleh pemerintah, ahli-ahli arkeologi, dan Negara yang ada di depan.
Setelah Pangeran ini wafat, digantikan oleh anaknya yang bernama Pangeran Sido Ing Rajek yang kuburannya ada di Sako Tigo, Indralaya. Dan setelah masa jabatan keturunan-keturunan ini berakhir, sekitar 150-200 tahun muncullah Sultan Mahmud Badaruddin, jadi SMB itu dibawah dari kerajaan Sabokingking ini. Diatas Makam Sabokingking ini adalah Bukit Besar yang lebih condong ke agama Hindu.
Pada kerajaan ini, sebelum Raja Aryo Damar menjadi penganut islam, disana dulu sebagai pusat agama Hindu yaitu yang bernama Shakyakirti dan Dharmapala. Jadi, sampai sekarang Shakyakirti dan Dharmapala namanya di abadikan. Setelah Aryo Damar masuk islam, maka berubahlah nama beliau menjadi Abdilla . Karena orang Palembang menyebutnya Aryodilla, itulah sebabnya ada jalan yang namanya Aryodilla.
Akhirnya, kerajaan Sriwijaya muncul. Setelah itu, Sriwijaya runtuh masuklah Sabokingking ini dan menyebarkan agama islam. Akhirnya berkuranglah penganut-penganut agama Hindu dan yang terbanyak agama islam, termasuklah rajanya yang bernama Aryo Damar tadi memeluk agama islam.
Dan yang dapat dibuktikan oleh ahli arkeologi, sebelum Aryo Damar menjadi islam, terdapat kuburan-kuburan yang menghadap ke arah timur,utara,selatan. Setelah Aryo Damar masuk islam, kuburan-kuburan pun akhirnya menghadap kiblat (barat) bagi orang-orang yang beragama islam.
Kompleks Makam Sabokingking juga terdapat di dalam kawasan PT Pusri. Tokoh yang dimakamkan di kompleks ini antara lain Pangeran Sido Ing Kenayan (1630-1642 M). Sido Ing Kenayan adalah Raja Palembang yang menggantikan pamannya, Pangeran Sido Ing Puro (1624-1630 M) dan kedudukannya kemudian digantikan oleh sepupunya, Pangeran Sido Ing Pasarean (1642-143 M).
Makam ini berdampinngan dengan makam istri Pangeran Sido Ing Kenayan, yaitu Ratu Sinuhun. Di samping itu, terdapat pula makam guru agama raja, Habib Muhammad Imam Alfasah yang berasal dari Arab. Hingga kini, Ratu Sinuhun diyakini sebagai penulis kitab Simbur Cahaya. Kitab ini sering pula disebut Undang-undang Simbur Cahaya, yang isinya norma hukum adat.
Ada pula keyakinan, Simbur Cahaya adalah pengesahan hokum adat (lisan) yang pada masa itu berlaku sudah berlaku pada masyarakat pedalaman Sumatera Selatan. Simbur Cahaya, pada dasarnya memang mengatur rakyat di luar Palembang atau dikenal dengan istilah uluan. Aturan adat ini berlaku hingga ratusan tahun sampai UU No. 5 Tahun 1979 berlaku efektif di Sumatera Selatan. Sebelumnya, Simbur Cahaya terdiri atas lima bab ini juga telah membentuk pranata hukum dan kelembagaan di Sumatera Selatan.
Sebuah batu diduga peninggalan Kerajaan Sriwijaya ditemukan di pemakaman Sabokingking, Palembang. Batu ini mirip bagian puncak bangunan candi atau stupa.
Batu berbentuk segi empat, berukuran 74 cm x 74 cm x 26 cm itu dalam posisi empat tingkat. Setiap sudutnya terdapat lubang sedalam 5 cm. Batu ini ditemukan sejumlah pekerja yang tengah merenovasi pemakaman Sabokingking, makam leluhur Kerajaan Palembang (kerajaan sebelum Kesultanan Palembang Darussalam) di Sungai Buah, Ilir Timur II, Palembang.
Menurut juru kunci makam Kemas Madinah Yahya (70 tahun), yang ditemui di rumahnya sekitar 100 meter dari makam, Minggu (5/11), Selasa lalu ketika sejumlah pekerja membuat lubang di belakang Pangeran Sido Ing Pasaeran atau di belakang bagian kepala Tuan Sayid Guru Muhammad Nur, tiba-tiba linggis mereka menyentuh benda keras. Saat dikorek secara perlahan ternyata sebuah batu.
Lalu, setelah berusaha selama dua hari, Rabu dan Kamis, batu tersebut akhirnya dapat diangkat. Lokasi ditemukan batu itu sendiri tetap dipasang kerangka besi untuk tiang penyanggah makam.
Menurut arkeolog dari Balai Arkeolog Palembang Retno Purwanti, yang sempat melihat batu tersebut, diperkirakan batu itu mirip bagian puncak bangunan candi atau stupa. Bila benar, itu artinya bagian penting dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Apalagi diyakini bahwa pemakaman Sabokingking memang diduga dibuat di atas bangunan candi-candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya. "Tapi kita perlu melakukan penelitian yang dalam mengenai kebenaran batu tersebut," katanya. Sementara batu itu sendiri kini berada di dalam Pemakaman Sabokingking dijaga Panglima
Batu berbentuk segi empat, berukuran 74 cm x 74 cm x 26 cm itu dalam posisi empat tingkat. Setiap sudutnya terdapat lubang sedalam 5 cm. Batu ini ditemukan sejumlah pekerja yang tengah merenovasi pemakaman Sabokingking, makam leluhur Kerajaan Palembang (kerajaan sebelum Kesultanan Palembang Darussalam) di Sungai Buah, Ilir Timur II, Palembang.
Menurut juru kunci makam Kemas Madinah Yahya (70 tahun), yang ditemui di rumahnya sekitar 100 meter dari makam, Minggu (5/11), Selasa lalu ketika sejumlah pekerja membuat lubang di belakang Pangeran Sido Ing Pasaeran atau di belakang bagian kepala Tuan Sayid Guru Muhammad Nur, tiba-tiba linggis mereka menyentuh benda keras. Saat dikorek secara perlahan ternyata sebuah batu.
Lalu, setelah berusaha selama dua hari, Rabu dan Kamis, batu tersebut akhirnya dapat diangkat. Lokasi ditemukan batu itu sendiri tetap dipasang kerangka besi untuk tiang penyanggah makam.
Menurut arkeolog dari Balai Arkeolog Palembang Retno Purwanti, yang sempat melihat batu tersebut, diperkirakan batu itu mirip bagian puncak bangunan candi atau stupa. Bila benar, itu artinya bagian penting dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Apalagi diyakini bahwa pemakaman Sabokingking memang diduga dibuat di atas bangunan candi-candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya. "Tapi kita perlu melakukan penelitian yang dalam mengenai kebenaran batu tersebut," katanya. Sementara batu itu sendiri kini berada di dalam Pemakaman Sabokingking dijaga Panglima
Pada Selasa (1/11) malam, Madinah bermimpi atau mendapatkan petunjuk dari Ratu Sinuhun-kerabat dekat Kesultanan Yogyakarta. "Saya dibisiki dalam bahasa Jawa halus, yang intinya batu tersebut boleh diangkat, tapi tidak boleh dibawa keluar dari makam dan harus diletakan di dekat makam Panglima Kiai Kibagus Abdurrachman," tutur Madinah.
Sementara sampai hari ini, belum ada dari pihak pemerintah yang mendatangi Pemakaman Sabokingking. Menurut Madinah, Walikota Palembang Eddy Santana Putra saat ini tengah berada di luar kota.
Makam Sabokingking merupakan makam tertua para raja atau pangeran di Palembang. Di makam ini disemayamkan Pangeran Sido Ing Kenayan (1622-1630), Sido Ing Pasaeran atau Jamaluddin Mangkurat I (1630-1652), Ratu Sinuhun-penulis kitab Simbur Cahaya-serta imam kubur Al Habib Al Arif Billah Umar bin Muhammad Al Idrus bin Shahab, serta Panglima Kiai Kibagus Abdurrachman. (Harian Global)
Mohon Maaf, banyak yang tertulis dalam artikel tidak sesuai dengan sejarah.
BalasHapus1. Secara historis wilayah sumatera selatan yang berkembang adalah agama budha bukan agama hindu; Shakyakiri dan dharmapala adalah tokoh agama budha bukan hindu.
2. Pangeran Sido Ing Kenayan adalah keturunan Ki Gede Ing Suro salah seorang dari 24 bangsawan dari Demak yang menyingkir ke Palembang saat terjadi kekacauan dikerajaan Demak yang notabene adalah penganut agama Islam. Tidak ada namanya kerajaan Sabokingging yang ada adalah Palimbang (palembang), belum berbentuk kesultanan.
Demikian beberapa yang harus diluruskan, agar tidak ada kesalahan orang mengenal sejarah.
Terima kasih.
Trimakasih atas sarannyaa:)
BalasHapus